Dunia Hanya Ada Untukku
Tuan Putri.
Sebuah sebutan yang sangat indah dan anggun. Apa yang pertama kali muncul di pikiran orang-orang ketika mendengar kata itu? Seorang wanita cantik dengan gaun putih megah yang tinggal di istana besar karena dia adalah putri dari seorang raja.
Senyumannya yang sangat cantik dan hangat, melihat keluar jendela dari kamar istana sambil menyeruput secangkir teh dengan elegan. Apabila dia berjalan di dalam istana atau di kota, perhatian semua orang akan tertuju padanya. Apapun yang dilakukannya adalah sesuatu yang luar biasa, sesuatu yang patut dicontoh walau hanya tersenyum kepada orang lain.
Tapi, sebutan ‘Tuan Putri’ di zaman yang modern seperti ini sudah sangat kuno dan tidak lagi relevan. Sebab sekarang menarik perhatian banyak orang bukanlah hal yang terlalu sulit, banyak orang yang sudah melakukannya. Baik itu dengan prestasinya atau dengan kelakuan buruknya.
Bagaimanapun, sebutan ‘Tuan Putri’ masihlah sesuatu yang sangat indah, wanita manapun pasti akan senang jika dirinya dipanggil dan diperlakukan layaknya seorang putri kerajaan. Terlebih lagi jika itu oleh seorang yang spesial, sang kekasih misalnya.
Meskipun begitu bukan berarti wujud dari ‘Tuan Putri’ sudah hilang di zaman modern ini. Sebutan itu masih ada hingga sekarang, tidak hanya jadi sebuah kiasan untuk seorang gadis cantik dan elegan, tapi juga dalam artian dan makna yang berbeda sekali.
Princess Syndrome.
Pernahkah kamu mendengar istilah itu?
Princess Syndrome atau Sindrom Tuan Putri adalah sebuah penyakit yang tentu saja seperti namanya, ini adalah penyakit psikologi yang menyerang para wanita. Mereka yang terjangkit gejala ini akan menganggap dan bersikap seolah dirinya adalah seorang putri kerajaan.
Namun, ini adalah sebuah penyakit, yang berarti artian ‘Tuan Putri’ di sini bukanlah sesuatu yang baik. Seorang wanita yang terkena sindrom ini sangat menganggap dirinya tinggi. Hal ini membuat wanita itu menjadi bertingkah sesukanya hingga merendahkan orang lain.
Sindrom ini menyebabkan seseorang menjadi haus akan perhatian, ia ingin semua perhatian tertuju padanya karena merasa dirinya berkuasa. Ia hanya berfokus pada hal-hal cantik, menganggap dirinya berada di negeri impian, meskipun ia hanya pergi ke taman bermain dekat rumah misalnya. Hal ini biasanya terjadi karena pujian dan perhatian terlalu berlebihan yang diberikan orang tua dari kecil.
Meskipun menganggap dirinya sempurna dan berkuasa, kenyataannya seseorang yang terkena sindrom ini justru tidak bisa melakukan apa-apa sendirian karena kurangnya kemandirian. Di sanalah wanita dengan sindrom tuan putri ini mencari seorang ‘pangeran’ yang selalu ada dan mau diperintah untuk melakukan apapun yang diinginkannya.
“Membuatku menunggu itu tidak bisa dimaafkan. Kamu pikir aku ini siapa?”
Kata seorang gadis dengan nada keras sambil mengurai rambut panjangnya menggunakan satu tangan dan raut sombong di wajahnya. Rambut yang cukup panjang itu berwarna hitam di atas namun juga berwarna agak pirang dari tengah hingga menuju bawah.
“Aku adalah tuan putri nomor satu di dunia. Kamu tahu bagaimana cara memperlakukanku, kan?”
Gadis itu mengenakan pita imut berwarna putih di atas kepalanya, yang tidak diketahui untuk mengikat apa padahal rambut panjangnya terurai semua. Pita yang dikenakan itu juga seolah menambah tinggi badannya ketika ia berkata seperti tadi dengan wajah serius.
Yang diajak bicara olehnya adalah seorang laki-laki yang baru saja menghampirinya.
“Biar aku ulangi lagi untuk yang kesekian kalinya. Yang pertama, sadari jika gaya rambutku berbeda dari biasanya. Yang kedua, lihat aku dari ujung kepala sampai kaki, apakah sudah terlihat cantik. Yang ketiga, setiap perkataan yang kuucapkan harus dibalas dengan tiga kata, yaitu ‘aku sangat mencintaimu’. Jika kau sadar dengan tangan kananku yang tidak mendapat perhatian ini, lakukan sesuatu!”
Kata gadis tadi lagi, namun kali ini dengan wajah yang lebih serius dan menuntut. Gadis itu juga membuka dan mengulurkan tangan kanannya ke depan dengan kencang hingga membuat gaun one piece putih pendeknya itu bergoyang terutama di bagian bawahnya yang terlihat mekar.
“... Aku sangat mencintaimu,” jawab laki-laki yang diajak omong oleh gadis tadi dengan suara sangat kecil. Lalu dia menerima tawaran gadis itu, meraih tangannya dengan lembut dan mulai berjalan memimpin di depan.
Seperti yang diperintahkan atau sudah terbiasa dengan hal yang dikatakan oleh gadis itu, laki-laki tadi menjawab perkataannya dengan tiga kata seolah secara otomatis. Namun setelah itu dia hanya memandang si gadis tanpa berkata atau bertindak lain.
“Jangan anggap aku mengatakan suatu hal yang egois! Aku hanya ingin kamu, dari lubuk hatimu untuk berpikir bahwa aku ini imut.”
Sadar apa yang dikatakannya adalah hal yang egois, namun gadis itu justru malah menangkalnya. Dia benar-benar berkata seperti itu sambil berjalan dan merasa nikmat karena mengetahui orang-orang yang melewatinya sempat menoleh ke arahnya.
Si laki-laki tahu betul apa yang dilakukan oleh gadis itu. Maka dari itu dia mencoba mempercepat jalannya agar bisa keluar dari area pejalan kaki yang penuh dengan orang. Meskipun begitu, si gadis dengan mudahnya menyamakan ritme langkahnya. Gadis itu tidak terlihat terganggu sama sekali dan terus mengoceh.
“Kamu tahu aku ini tuan putrimu, kan? Cobalah perhatikan aku. Hei, hei!”
Mereka berdua menghentikan langkah kaki, lebih tepatnya si laki-laki yang lebih dulu berhenti lalu si gadis itu pun ikut menghentikan langkahnya juga. Sesuai perintah dari si gadis, laki-laki itu memperhatikan dirinya tanpa berkata atau mengubah ekspresi wajah.
Gadis itu sungguh senang karena telah mendapatkan perhatiannya. Bisa dilihat dari raut bangga dan senyuman yang terukir di wajahnya. Namun itu tidak berlangsung lama, karena hanya dalam beberapa detik dia langsung merasa tidak puas dan langsung memberikan perintah selanjutnya:
“Ah, sudahlah. Aku tahu ini belum waktunya, tapi sekarang aku jadi ingin memakan yang manis-manis. Hey, pangeranku, kamu bisa membawaku ke istanamu untuk menikmati beberapa manisan, kan?”
“...”
Sudah berniat melanjutkan langkahnya, si laki-laki itu langsung mengurungkan niatnya setelah mendengar perkataan tuan putrinya tadi. Padahal dirinya sudah bersiap-siap dengan rencana kencan beberapa hari lalu yang telah mereka sepakati hingga dia telat tidur dan bangun sedikit terlambat agar semuanya berjalan lancar.
Namun sekarang si gadis meminta perubahan rencana. Apa yang harus dilakukannya? Dia tahu betul apa maksud dari perkataan si gadis itu. Istana yang dimaksud tentu saja bukan arti secara harfiah, tapi merupakan sebuah restoran mewah.
Restoran mewah seperti itu yang biasanya hanya melakukan pelayanan istimewa pada malam hari dan untuk masuknya pun harus sudah membuat pesan terlebih dahulu dengan pihak restoran. Sekarang masih siang hari dan dia tentu saja tidak membuat janji apapun dengan restoran tertentu.
“Ta–”
“Apa kamu tidak mendengarkan perkataanku tadi?”
“Tap–”
“Aku tidak menerima penolakan. Penuhi permintaan tuan putrimu sekarang juga, wahai pangeranku yang dingin.”
Tidak mengatakan apa-apa, si laki-laki itu menyalakan ponselnya dengan satu tangan karena tangan lainnya masih menggenggam si gadis. Setelah menggeser-geser sedikit, ponselnya terbuka lalu dia segera menghubungi seseorang untuk menunda janjinya.
Selama melakukan hal tadi, si laki-laki melihat ke arah gadisnya yang tidak merespon apa-apa dan hanya memainkan rambut dengan satu tangan sambil melihat-lihat sekeliling. Merasa baik-baik saja dengan itu, akhirnya dia mulai berjalan lagi diikuti dengan si gadis tentunya.
Meskipun sangat berlawanan dengan arah tempat yang akan mereka tuju sebelumnya, tapi akhirnya mereka sampai di depan sebuah kafe dengan papan nama besar bertuliskan ‘Crypton Future Cafe’. Laki-laki itu memilihnya karena itu adalah tempat yang kelihatan paling mewah dari banyaknya kafe yang dia lihat selama perjalanan tadi.
Mereka yang tadinya berjalan bersamaan, tapi kali ini si gadis menghentikan langkahnya tepat di depan pintu masuk. Gadis itu walau tidak mengatakan apa-apa, tapi si laki-laki paham kalau dia menyuruh dirinya untuk masuk duluan dan menanyakan ke pihak kafe untuk menyiapkan set kue mewah dan sebuah tempat untuk mereka berdua.
Setelah beberapa lama berbincang dan membantu pihak kafe menata kursi dan meja yang akan mereka gunakan, laki-laki itu berjalan kembali kepada si gadisnya yang menunggu di luar.
“Itu cukup lama, pangeranku! Tapi aku akan maafkan hanya untuk hari ini karena aku berharap akan disambut dengan makanan manis yang enak di dalam.”
Merasa hanya itu yang akan dikatakan, si laki-laki langsung membukakan pintu untuk gadisnya masuk seperti yang biasa dia lakukan. Namun ternyata tidak semudah seperti yang dipikirkannya.
“Kamu benar-benar tidak mengerti aku. Ya, kamu memang benar-benar tidak memperhatikanku. Aku adalah tuan putri dan kamu pangeranku, mengundangku ke dalam istanamu.”
“…”
Laki-laki itu hanya diam menatap ke arahnya dengan wajah bingung yang mencoba membantah perkataan gadis itu tentang bagaimana dia tidak memahaminya. Dia selalu membukakan pintu sebelumnya jadi dia pikir telah mengertinya dan menganggap dirinya benar.
“Kamu memang tidak mengerti. Jika kamu mengerti, peganglah tanganku dan katakan ‘aku sudah menunggumu, Tuan Putri’ lalu menuntunku masuk ke dalam, kan?” kata gadis itu sambil menjulurkan tangan kanannya yang terbuka.
Ekspresi wajah laki-laki itu tidak berubah setelah mendengar perkataan gadisnya, tapi dia segera menutup pintu kafe dan merapikan sedikit pakaian serta rambutnya. Setelah itu dia baru menuruti perkataan gadisnya.
“Aku sudah menunggumu, Tuan Putri. Mari kita masuk, dan izinkan aku menuntunmu.”
Dengan gerakan pelan dan lembut, laki-laki itu langsung meraih tangan si gadis. Di saat itu dia merasakan sedikit getaran dari tangan gadisnya, dia menganggap itu adalah sebuah respon senang darinya.
“Ah~ Memang begitulah seharusnya, k-karena hari ini adalah hari spesial kamu kuizinkan berimprovisasi sedikit, kok... Uhm! Terima kasih, pangeran. Aku tidak sabar menghabiskan waktu dengan minum teh bersamamu.”
Pintu dibuka, dan mereka berdua pun berjalan menuju ke dalam. Meskipun si laki-laki sedikit terkejut dengan perkataan si gadisnya tadi yang mengizinkannya ‘berimprovisasi’. Padahal dia selalu dituntut untuk hanya untuk menanggapi dengan tiga kata, ‘aku sangat mencintaimu’.
Tapi dia menahan diri untuk tidak menunjukkan keterkejutannya.
Si gadis yang wajahnya diselimuti perasaan senang segera duduk setelah si laki-laki membukakan kursi untuknya. Mereka duduk secara berhadapan dan dibatasi oleh sebuah meja berukuran sedang dengan alas berwarna putih yang cocok sekali dengan warna satu set rak berisi kue-kue dengan aroma yang sangat harum.
Karena semuanya sudah tersedia di depan mata, gadis itu mulai menggerakkan tangannya untuk mengambil beberapa kue yang ada di rak dan memindahkannya ke piring kecil yang ada di depannya dengan perlahan-lahan.
“Kue dengan buah strawberry di atasnya, puding yang dibuat dengan telur yang terpilih, Banoffee pisang dengan remahan biskuit yang harum, juga ada roti-roti hangat, dan kue-kue lain yang terlihat sangat enak! Ah, aku suka cheese cake lemon yang ini karena menyegarkan pikiran.”
Gadis itu menyebutkan semua nama-nama manisan yang ada di rak sambil mencicipinya satu-satu dengan semangat dan wajah yang sangat senang. Si laki-laki pun tentunya ikut memakan apa yang disarankan atau disebutkan oleh gadisnya. Dia pun juga memiliki ekspresi yang senang, entah itu karena melihat gadisnya senang atau karena memang kuenya enak.
“Umu! Ini sungguh lezat, pangeranku. Aku berterima kasih karena sudah mengundangku. Sepertinya memang hanya aku yang pantas mendapatkan ini darimu. Kurasa sudah jelas karena hanya aku, tuan putri terbaik di dunia, yang cocok untukmu.”
Laki-laki itu tersenyum tipis karena dirinya merasa puas, dengan kue dan perkataan gadisnya tentu saja. Segera setelah melihat gadisnya meletakkan pisau dan garpu di kedua sisi piringnya, si laki-laki pun langsung mengangkat tangan kanannya.
Tidak lama kemudian, datang seorang pelayan dari jauh mendorong troli makanan yang diisi bukan dengan makanan, melainkan satu set teh untuk dua orang. Rupanya si laki-laki sudah memesan satu set Afternoon Tea tapi tanpa sandwich atau scone, karena mereka sudah cukup memakan banyak manisan.
Satu set Afternoon Tea dengan peralatan yang kelihatan mahal di siang hari, tentu saja si gadis dengan senang menyeruput tehnya yang telah dituangkan oleh si pelayan. Setelah beberapa saat mereka berdua menikmati, hari pun sudah sore ketika mereka meninggalkan kafe tadi.
“Ah, bagaimana tentang janji hari lalu? Kuda putih, kamu ingat, kan? Ayo dan bawa aku segera ke sana.”
Baru beberapa menit setelah meninggalkan kafe dengan keadaan perut yang sudah sangat terisi, si gadis tiba-tiba mengungkit janji mereka. Itu seharusnya adalah kegiatan utama yang akan mereka lakukan hari ini, janji dari beberapa hari lalu.
“Sekarang sudah saatnya untuk membawaku bertemu kuda putih gagah milikmu dan biarkan aku menaikinya, kan? Ayo, pangeranku. Tunjukkan jalannya.”
Si laki-laki itu langsung meraih tangan gadisnya dan mulai berjalan di depan. Lalu dia menyalakan ponselnya dan menghubungi orang yang tadi sempat ia hubungi. Orang itu adalah manajer dari sebuah spot penyewaan kuda yang ada di kota.
Laki-laki itu sudah memesan sebuah kuda khusus berwarna putih yang rencananya akan dia sewa untuk hari ini. Tentu saja kuda itu harus sesuai dengan imajinasi kuda seorang putri kerajaan yang anggun dengan bulu yang lembut. Untuk hal itu si laki-laki sudah memesan dari jauh hari kepada si manajer.
Sama dengan kejadian istana yang mana artinya adalah sebuah restoran atau kafe, si gadis juga tahu tempat apa yang akan dituju dan apa yang direncanakan si laki-laki. Dia meminta semua itu dengan menggunakan ‘bahasanya’ kepada si laki-laki, dan ternyata permintaannya dipahami dengan baik. Itu membuatnya senang.
Setelah memakan beberapa waktu menggunakan kereta untuk sampai ke spot penyewaan kuda, mereka berdua sekarang sedang berdiri tepat di tempat untuk pendaftaran.
Di sana si laki-laki berbicara dengan seseorang yang merupakan manajer tempat itu sementara gadisnya menunggu di luar sambil melihat betapa luasnya lapangan hijau di depan matanya. Lapangan yang dipenuhi orang-orang dan kuda tentunya, diterangi oleh cahaya matahari sore, dan angin yang menyegarkan membuat dirinya tersenyum.
Gadis itu menggunakan angin untuk meniup rambutnya yang panjang. Dia berdiri tegak dengan wajah serius dan percaya diri menikmati oksigen yang ada di sana. Hal itu membuat beberapa orang melihat ke arahnya. Itu bukan apa-apa karena dia tahu dirinya seorang tuan putri dan sudah biasa menerima pandangan dari rakyat biasa.
“Oh, ya ampun. Sungguh kuda putih yang gagah, pangeranku. Bolehkah aku menungganginya?” kata si gadis setelah melihat si laki-laki datang dengan menuntun kuda putih ke arahnya.
Si laki-laki itu meraih tangan tangannya dan menuntunnya ke depan, masuk ke area untuk berkuda. Harusnya setiap pelanggan ditemani oleh satu pemandu, tapi di sini si laki-laki kembali hanya dengan kudanya tanpa seorang pemandu. Apakah itu juga salah satu permintaan dari gadisnya untuk menikmati berkuda hanya dengan berdua?
Sampai di dalam arena, si gadis langsung mencoba menaiki kudanya dengan satu tangan masih memegang tangan si laki-laki dan tangan lainnya memegang bagian atas pelana yang terpasang di kuda. Setelah berhasil naik dan duduk, secara mengejutkan dia melepas tangan si laki-laki dan tidak menyuruhnya untuk ikut naik.
Apa yang ingin dilakukannya? Seperti yang diduga oleh si gadis, semua perhatian orang-orang tertuju pada dirinya yang menunggangi kuda putih yang sangat cantik dan tidak biasa, hanya ada satu di arena ini. Sudah jelas, dia ingin menikmati ini dulu sendirian.
Namun karena pelananya yang sedikit bergeser dan kakinya yang tidak sengaja menyentuh perut bawah si kuda dengan tiba-tiba, kuda itu bergerak dan bersuara secara mengejutkan sebagai respon kaget. Hal itu membuat si gadis juga kaget dan dia tidak sengaja mengendurkan sikap duduk percaya dirinya.
Si gadis menyadari setelah itu pandangan orang-orang berubah dari yang mengagumi menjadi sebuah ekspresi terkejut dan bahkan ada beberapa dari mereka yang menertawakannya. Si laki-laki tidak menyadarinya karena dia harus fokus menahan dan memegang tali yang terikat pada kudanya.
Raut tidak puas dan jengkel terbentuk di wajah gadis itu. Dia sangat tidak terima diperhatikan dengan ekspresi tidak sopan dari orang lain. Setelah beberapa saat menenangkan diri, kudanya pun ikut tenang dan dia mulai bisa mengendalikannya dengan mudah.
“Seperti yang aku duga, aku bisa melakukannya jika aku mau. Kalian pasti akan menyesalinya,” katanya sambil melihat ke arah orang-orang yang ada di arena.
“Hey, pangeranku. Bolehkah aku membawa kuda ini sendirian? Setidaknya satu putaran arena. Kamu ku beri waktu untuk duduk dan istirahat di sana sambil memperhatikanku saja.”
“Eh?”
"Penolakan tidak diterima. Bukankah kamu sudah mengerti diriku? Aku adalah tuan putri terbaik, berkuda bukanlah masalah. Jangan buat aku mengulanginya, pangeran. Karena saat ini perasaanku sedang tidak enak.”
Laki-laki itu ingin mengeluarkan semua kata-katanya, tapi dia tertahan dengan mutlak setelah mendengar gadisnya berkata seperti ‘jangan sampai aku mengulangi perkataanku’ atau ‘perasaanku sedang tidak enak’. Ini adalah perkataan yang sangat jarang sekali terdengar dari gadisnya.
Dia ingin setidaknya berjalan di sampingnya sambil memegang tali kuda, tapi gadisnya hanya ingin pergi sendirian. Tentu saja itu permintaan yang sangat sulit, apalagi setelah kejadian kudanya terkejut tadi. Tapi dengan perasaan berat akhirnya dia melepaskan talinya dan membiarkan gadisnya berkuda sendirian.
“Terima kasih, pangeranku. Aku akan segera kembali.”
Setelah itu gadisnya pergi dengan kuda beberapa langkah, dia akhirnya berhenti untuk mengikuti dan hanya bisa melihatnya dari kejauhan. Seperti yang dibilang, gadis itu benar-benar terlihat seperti sudah terbiasa dengan kuda, bahkan ritme langkahnya pun terlihat tetap.
Itu memberikan ketenangan kepada si laki-laki.
Namun setelah beberapa saat, jarak sudah cukup jauh hingga si gadis dan kudanya terlihat cukup kecil, di sana si laki-laki menyadari kalau ritme langkah kudanya menjadi lebih cepat. Posisi gadisnya yang menunggangi terlihat lebih condong ke depan seakan sedang memacu kudanya agar lebih cepat.
Menyadari kudanya makin cepat, si laki-laki semakin yakin ada yang tidak beres. Dia akhirnya menyadari bahwa kuda yang ditunggangi si gadisnya sedang dikejar kuda lain berwarna coklat dari belakang dan kuda tanpa penunggang yang mengejarnya sedang dikejar oleh petugas spot penyewaan dengan membawa tali di tangannya.
Apakah kuda itu tidak sengaja terlepas dan mengejar kuda putih tersebut karena dia adalah kuda asing di arena ini?
Itulah yang dipikirkan oleh si laki-laki. Tanpa pikir panjang dia langsung berlari ke arah gadisnya.
Tapi seperti yang diduga, rasanya cukup sulit dan memakan waktu karena jaraknya yang jauh.
Kuda yang ditunggangi gadis itu semakin cepat melaju, begitu juga dengan kuda yang mengejarnya. Disaat panik dan mencoba menenangkan dirinya dengan terus mengulangi kalimat ‘aku adalah seorang tuan putri’ berkali-kali, gadis itu menyadari si laki-laki yang berlari mendekatinya.
Untuk sesaat dia merasa senang ketika laki-laki itu mencoba menghampirinya, terlihat dari wajahnya yang benar-benar seperti seorang pangeran yang akan menyelamatkan putrinya. Gadis itu sekali lagi mencoba menenangkan dirinya dan mencoba memberi isyarat pada kudanya untuk berbelok ke arah kanan dengan menarik tali kemudi bagian kanan, dan menggunakan kaki kanannya untuk menekan stirrup ke arah kanan.
Dengan pengetahuan dan ketenangan yang terbentuk karena kepercayaan dirinya, kuda itu langsung berbelok ke arah kanan, ke arah si laki-laki itu datang. Perasaan gembira menghujani si gadis itu setelah berhasil mengendalikan kudanya yang berlari kencang.
“Sudah jelas, karena aku adalah tuan putri,” katanya dengan bangga.
Seperti yang diduga, perhatian semua orang tertuju pada aksinya itu. Meskipun dia tidak bisa melihat ekspresi seperti apa yang mereka berikan. Tapi dia menebaknya pasti ekspresi kagum yang membuat mereka kesulitan berkata-kata.
Laki-laki itu terus berlari sambil berteriak meminta bantuan pada petugas spot penyewaan yang ada di sana dan akhirnya dia berhasil menarik perhatian 5 petugas untuk membantunya.
Dengan kecepatan kuda yang semakin bertambah, jarak antara mereka pun ditutup dengan cepat. Kira-kira sekitar lima meter jarak yang tersisa, si gadis itu merubah posisi duduknya menjadi menyamping dan melompat ke arah kiri, tempat si laki-laki berada.
Menyadari apa niat si gadis itu, si laki-laki membuka lebar-lebar tangannya dan memperkuat kakinya dan seolah dalam sekedipan mata, dia menangkap gadis itu lalu dipeluk dengan sangat erat. Gaya dorongan yang dihasilkan dari lompatan gadis itu membuat mereka berputar dan terdorong agak jauh hingga terjatuh terbaring di atas rumput.
Kelima petugas yang mengikuti di belakangnya langsung beraksi dibagi dua tim, yaitu tim untuk menghentikan kuda putih dan kuda coklat yang mengejarnya. Mereka bekerja sangat kompeten hingga kuda berhenti total.
“Duh, duh, bahaya tahu…”
“Eh?”
Gadis itu mengerang terkejut dengan suara kecil ketika dia menyadari dirinya yang semakin dipeluk erat oleh si laki-laki. Perasaan tidak biasa mengalir di dalam tubuhnya. Dia tahu ini adalah perasaan senang atau gembira, tetapi berbeda sekali dengan ketika perasaan bahagia yang didapat dari perhatian orang lain.
“Kamu nggak apa-apa?” tanya si laki-laki sambil mencoba duduk dengan tidak melepaskan gadisnya yang berada di pelukan.
“Aku baik-baik saj–”
Gadis itu tidak menyelesaikan perkataan dan langsung reflek membuang muka ke arah kiri. Dia tiba-tiba terlalu malu untuk menatap wajah si laki-laki dari jarak tidak ada sepuluh cm ini.
“...”
Gadis itu terdiam setelah tidak menerima respon apa-apa dari si laki-laki. Penasaran apa yang terjadi, dia memberanikan diri mencoba mengintip untuk melihat wajah laki-laki itu. Perlahan dia mengarahkan kepalanya ke samping sambil tidak melepaskan pelukannya.
“... Maaf,” kata laki-laki itu dengan suara kecil.
“Eh?”
Si gadis tidak hanya terkejut dengan permintaan maaf dari si laki-laki, tapi dia juga terkejut mengetahui fakta bahwa si laki-laki itu membuang muka ke arah berlawanan dengan pipi yang memerah. Apakah dia malu?
Tiba-tiba saja reaksi yang diberikan si laki-laki itu membuat gadis itu juga menyadari sesuatu dan akhirnya mereka memikirkan hal yang sama dengan perasaan malu, tanpa sadar juga semakin mengeratkan pelukan dengan wajah yang menghadap arah berlawanan.
“Yang berbahaya di sini adalah perasaan ini…”
Kata gadis itu dengan suara kecil namun terdengar sangat bahagia hingga terukir senyuman manis di wajahnya. Gadis itu kemudian menempelkan kepalanya di bahu si laki-laki. Laki-laki itu terkejut namun tidak bisa bereaksi apa-apa selain perasaan hangat yang membanjiri tubuhnya.
Di saat yang bersamaan, mereka berpikir ini adalah pertama kalinya mereka bisa bersentuhan sedekat ini saling berbagi perasaan hangat. Di dalam hati, gadis itu berteriak gembira dan bersumpah tidak akan melupakan momen ini, seolah dia adalah gadis yang pertama kali merasakan cinta.
Si laki-laki itu, di dalam hatinya pun juga berteriak gembira. Ini adalah sebuah kemajuan hubungan baginya. Karena kapanpun mereka berduaan, dia selalu saja harus menyaksikan sikap egois gadisnya itu. Dia selalu mensyukuri itu dan berkata ‘begini saja sudah cukup, mau bagaimanapun aku memang mencintainya’.
Tapi jauh di dalam lubuk hatinya, ternyata dia memang menginginkan sesuatu yang lebih. Sesuatu yang lebih ini adalah hal normal yang biasa dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan yang terikat dalam hubungan romantis. Pertama kali merasakan ‘sesuatu yang lebih’ ini membuat dirinya sangat senang sampai ingin meneteskan air mata.
Laki-laki ini sangat mencintai si gadis, namun dia tidak punya keberanian untuk meminta, karena dia takut si gadis itu akan marah dan membencinya karena tidak memenuhi ekspektasi dari si gadis. Sebab laki-laki ini tahu bahwa gadisnya bukanlah gadis normal.
Benar, gadisnya adalah seorang tuan putri.
Tuan putri yang sangat cantik, tuan putri yang telah ditakdirkan untuknya, dan tuan putri yang sudah memilihnya. Bukankah itu adalah sebuah nikmat yang sangat besar bisa dicintai oleh seorang tuan putri? Sebagai orang yang terpilih menjadi pangeran oleh si tuan putri, dia tentu saja akan memenuhi tugasnya dengan baik.
Mengabdikan dirinya dengan cinta kepada seorang tuan putri adalah tugas seorang pangeran, bukankah begitu?
-Selesai-
*Catatan: cerita ini ditulis dengan mengambil sedikit referensi dari lirik lagu yang berjudul 'World Is Mine' milik ryo (supercell) yang dinyanyikan Hatsune Miku.
Gud
ReplyDeleteSheesh
ReplyDeleteGg
ReplyDeleteamazing
ReplyDeleteSubarashii
ReplyDelete