Langsung ke konten utama

Punya Pacar Itu Merepotkan (Part 2)

Punya Pacar Itu Merepotkan (Part 2)




Di suatu pagi buta yang dingin namun menyegarkan, di sini aku dan pacarku sedang ketemuan di taman kota tempat kami tinggal. Aku dan Reina sepakat untuk bertemu di sini pukul setengah enam pagi sebelum memulai aktivitas jogging bareng kami.


Sejak kapan dan kenapa kami mulai melakukan aktivitas lari pagi bareng? Ini sebenarnya adalah usulan dari Reina yang terpaksa aku ikuti saja. Dia menyadari bahwa kami yang memiliki kehidupan masing-masing menjadi tidak bisa untuk bertemu setiap hari, mengusulkan agar setidaknya kami bisa bertemu di pagi hari walau hanya sebentar.


Karena berbicara bertemu di pagi hari, dia akhirnya langsung memutuskan untuk jogging bareng, setidaknya selama kami masih ada waktu libur kelulusan. Memang benar sih, kebanyakan kegiatan utama kami berlangsung di siang sampai malam hari seperti contohnya acara dengan keluarga, bekerja, main bareng teman, dan lain-lain. Tapi…


“Ray, kamu telat lima menit lagi!”


Huft… Huft… Ma-maaf, aku seriusan udah sekuat tenaga untuk bangun pagi, kok, sumpah!”


Tujuan Reina merencanakan semua ini adalah karena ingin bertemu denganku setiap hari, namun dia juga tidak ingin merepotkanku dengan menguasaiku seharian. Tapi, setiap hari di pagi-pagi buta saat suasana liburan, aku harus bangun, mandi, menyiapkan ini-itu, dan berlari yang mana itu sudah jelas-jelas sangat merepotkan…


Apalagi aku juga merupakan orang yang kalau tidur selalu di jam mendekati tengah malam.


“Kemarinan dan semalam padahal kamu udah janji nggak bakal telat lagi. Eh, tapi malah telat lagi, dingin tau diem nungguin di luar…”


Padahal dia sendiri yang mengajak ketemuan di pagi hari.


“Maaf! Aku seriusan minta maaf!”


Itu adalah alasan kenapa aku sering tidur hingga tengah malam. Reina memintaku untuk terus menemaninya sampai dia mengantuk dengan cara selalu aktif mengobrol melalui WhatsApp. Aku salut, padahal dia tidurnya di jam yang sama denganku, tapi dari mana dia mendapatkan semangat di pagi hari untuk mengomel?


“Iya, iya, aku maafin, kok.”


“Makasih…”


Omong-omong, tentang rencana lari pagi bareng Reina ini sebenarnya sebagian besar dari diriku tidak terlalu menolaknya, ya. Karena ada satu hal yang membuatku bisa terus hadir tanpa absen, yaitu setelan training yang dipakai oleh Reina.


Itu adalah hal yang tidak bisa dianggap remeh. Dari yang aku perhatikan, dia memiliki beberapa set baju dan celana olahraga yang berbeda-beda, dilihat dari selang beberapa hari dia kadang mengganti setelannya itu.


Hari ini Reina memakai baju olahraga berwarna hitam dengan lengan panjang dan di bagian lehernya berbentuk segitiga yang agak terbuka hingga ke bawah. Lebih tepatnya hingga ke bagian atas dadanya atau bawah lehernya yang membuat kulit putih dan lembut Reina jadi bisa terlihat. Aku ingin dia tidak sering-sering mengenakan setelan ini, apalagi kalau dipakai untuk keluar rumah.


Di bagian leher baju itu dan pergelangan tangannya terdapat masing-masing dua buah garis berwarna putih, begitu juga dengan celananya yang sepertinya itu memang setelan lengkap. Tidak lupa juga sebuah sepatu berwarna putih yang terlihat modis.


Tidak hanya setelan olahraganya yang berwarna hitam, Reina juga memiliki rambut sebahu berwarna hitam legam, yang mana menurutku keseragaman itu terlihat sangat cantik. Namun, hal itu sangat berbanding terbalik dengan apa yang aku gunakan. Aku selalu memakai celana olahraga merah marun ini dan hanya mengganti di bagian kaosnya saja.


Huft…


“Umm, Ray, sebagai permintaan maafnya diterima, boleh nggak aku minta satu hal?”


“Hm? Apa itu…”


Aku bertanya sambil mencoba duduk di kursi taman dan menegak air dari botol yang ku bawa untuk mengisi kembali tenaga sebelum kami melakukan pemanasan.


“Ini mungkin terlalu tiba-tiba, tapi aku pengen coba olahraga terjun payung–”


Blurppp kh uhuk uhuk huft uhuk uhuk!


Hei, hei, itu levelnya sudah jauh di atas kata ‘tiba-tiba’, loh! Sial, aku jadi tersedak dan batuk dengan cara yang sangat aneh. Air yang belum sempat ku minum dikeluarkan secara paksa dan membuat bajuku cukup basah di bagian dada.


“Ah, kamu nggak apa-apa? Minumnya pelan-pelan aja…”


Dengan panik Reina segera mengeluarkan sapu tangannya dan mencoba membantuku dengan mengelap bagian wajahku yang basah. Terima kasih untuk itu, meskipun aku tersedak gini yang sudah jelas karena mendengarkan permintaan ‘tiba-tiba’-nya tadi.


Uhuk! Re-Reina… Maksud kamu tadi terjun payung itu…?”


“Ya maksudnya kayak yang aku bilang tadi. Skydiving atau terjun payung gitu. Kamu tau, kan? Aku pengen coba itu.”


“A-aku tau itu, tapi kenapa…?”

“Kalo kamu tanya kenapa… Itu, umm, aku cuma pengen melakukan sesuatu yang nggak biasa aja bareng kamu. Kamu tau ‘kan selama kita pacaran aku selalu minta melakukan apapun yang aku mau… Ja-jadi, ku pikir mungkin kamu bakal bosan kalo gitu-gitu aja…”


Jarang sekali Reina berbicara kesulitan seperti ini, apalagi dia juga mengarahkan pandangannya ke bawah. Padahal kami sedang duduk sampingan di kursi taman. Tapi aku mengerti intinya, yaitu dia ingin mencoba melakukan hal yang tidak biasa kami lakukan.


Ini fakta mengejutkan, sebenarnya sebelum berpacaran denganku, Reina tidak pernah berpacaran dengan orang lain. Untuk itu Reina selalu melihat teman-temannya tentang bagaimana atau apa yang mereka lakukan ketika berpacaran. Jadi, cara berpacaran kami selama ini sebenarnya hanya mengikuti apa yang dilakukan oleh teman-temannya Reina.


Aku mengikutinya saja karena tidak ada yang salah dengan itu, kami berpacaran secara umum seperti yang dilakukan banyak orang.


“Ta-tapi olahraga yang kayak gitu tempat yang menyediakannya emang di mana?”


“Ini, kemarin aku nemu pengumumannya di postingan Instagram.”


Reina menunjukkan ponselnya ke arahku.


“‘Pembukaan area wisata terjun payung baru di Indonesia. Tidak jauh dari ibukota, kamu bisa menikmati olahraga ini di Pondok Cabe, Tangerang Selatan pada awal bulan Juni. Khusus di hari pertama pembukaan, diskon hingga 50%. Nikmati olahraga terjun payung yang akan mengubah hidupmu!’... Di awal bulan Juni ya, aku nggak ada acara apa-apa sih. Jadi boleh aja, kok.”


Setelah selesai membacanya dan memberikan persetujuanku, Reina segera menarik ponselnya. Aku melihat ke wajahnya, dia sempat tersenyum bahagia sebelum membuang wajahnya ke arah lain dan menutupinya dengan satu tangan.


Melakukan olahraga terjun payung sebagai sepasang kekasih, tidak diragukan lagi itu adalah hal yang tidak biasa. Lagipula, ini adalah olahraga yang kedengarannya cukup seru, meskipun aku belum pernah mencobanya. Dan menjadikan pengalaman pertamaku terjun payung bersama pacar, kurasa itu akan memberikan kenangan yang sangat mendalam di otakku.


“Ma-makasih, Ray…”


“Um, sama-sama. Yuk, pemanasan bentar sampai bajuku agak keringan dikit, terus baru kita lari.”


Dengan itu kami melakukan pemanasan selama beberapa menit, kemudian kami baru memulai lari. Rutenya hanya mengelili taman dan perumahan sekitar saja yang mana jalanannya cukup besar, namun bukan jalan raya. Karena kami melakukan kegiatan ini masih terbilang cukup baru, jadi durasinya tidak lama yaitu hanya sampai pukul setengah delapan pagi.

Komentar

Posting Komentar